A. Kalimat Syahadat
- Pengertian Syahadat
Syahadat dalam artian bahasa adalah
persaksian atau menyaksikan seperti halnya menyaksikannya mata atas sesuatu,
artinya yaitu menyaksikan bahwa tiada tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad
adalah utusan Allah dengan direalisasikan dalam bentuk Ihsan. Dalam pengertian
yang lain syahadat dapat diartikan sebagai pemberitahuan seseorang tentang
kebenaran kepada orang lain, artinya syahadat bukanlah hanya sekedar kesaksian
yang diucapkan oleh lisan saja, melainkan harus direalisasikan dalam kehidupan
sehari-hari baik berupa dakwah billisan maupun dakwah bilhal. Sedangkan menurut
istilah syahadat adalah mengakui dengan lisan yang disertai dengan tunduk atau
patuhnya hati bahwa tiada tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan
Allah, artinya syahadat itu tidaklah cukup hanya diucapkan/mengakui saja,
tetapi harus direalisasikan dengan bentuk peribadatan kepada Allah. Karena
dengan pengertian syahadat yang hanya dibatasi pada pengucapan lisan saja dapat
menimbulkan interpretasi bahwa orang munafik adalah orang yang bersyahadat,
sedangkan sifat dari munafik adalah ucapannya berbeda dengan kata hatinya atau
keyakinannya.
a. Syahadat tauhid
Makna syahadat tauhid ditinjau dari
lafadznya memiliki dua makna yaitu Al-Nafyu dan Al-Itsbat. Al-Nafyu adalah
menafikan atau meniadakan semua sesembahan selain Allah, dan Al-Itsbat adalah
menetapkan ibadah atau penyembahan hanya kepada Allah yang tiada sekutu
baginya.
Sedangkan makna syahadat Tauhid ditinjau dari kandungannya
adalah ikrar akan kesaksian seorang muslim pada ketuhanan Allah swt. yang tiada
sekutu baginya, hal ini didasarkan pada beberapa ayat Al-quran yang menjelaskan
tentang tauhid, diantaranya adalah;
"Allah, tidak ada tuhan yang berhak disembah melainkan
Dia. Yang Maha Hidup, yang terus menerus mengurus (makhluknya)" (Qs.
Al-Baqarah/2:255).
Kalimat thayyibah tersebut mengandung makna bahwa tidak ada
tuhan yang berhak disembah walau hanya dalam I'tiqad atau angan-angannya
kecuali Allah swt., maka konsekuensi dari syahadat tauhid adalah hanya kepada
Allahlah kita beribadah. Sedangkan syahadat tauhid adalah meyakini, mengimani
dan membenarkan bahwa hanya Allahlah yang berhak disembah serta mengingkari
adanya tuhan selain Allah, baik itu dalam perkataan/ucapan, I'tiqad, maupun
praktek penyembahannya.
b. Syahadat rasul
Makna dari syahadat rasul adalah
meyakini, mengimani, dan membenarkan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah,
beliau adalah nabi terakhir yang tidak ada nabi sesudahnya.
Syahadat rasul ini merupakan
interpretasi dari syahadat tauhid, karena hanya Rasulullahlah yang menjadi
teladan atas sesuatu yang diperintahkan oleh Allah. Tanpa adanya teladan dari
Rasul, maka tidak akan ada manusia yang dapat merealisasikan keimanannya kepada
Allah dalam kehidupan dan peribadatannya sehingga keimanan seseorang kepada
Allah harus disertai keimanan kepada Rasulullah Muhammad saw., karena apabila
hanya iman kepada Allah saja tanpa keyakinan kepada kerasulan Muhammad maka
hukumnya sama dengan nasroni atau yahudi.
2.2. Kedudukan syahadat
Syahadat memiliki posisi yang sangat
penting dalam Islam, karena dengan syahadat dapat mendapatkan kenikmatan yang
abadi baik didunia maupun diakhirat. Syahadat memiliki dua pilar utama dalam
ilmu ke-Islam-an yaitu keimanan/ketauhidan dan peribadatan/ibadah. Sehingga
syahadat memiliki makna yang besar bagi para nabi dan ulama dalam perjuangan
dakwahnya karena syahadat sebagai dasar utama yang diperjuangkannya.
Sebagai rukun Islam pertama syahadat
merupakan pintu masuknya Islam, dan karenanya dibebankan kewajiban-kewajiban
pada mukallaf. Sehingga untuk dapat mengamalkan syahadat tersebut perlu
mengetahui makna yang terkandung di dalamnya, karena pemahaman muslim terrhadap
syahadat akan membawa pada perubahan-perubahan individu maupun masyarakat yang
sangat besar.1[1]
Suatu
ketika, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Mu’adz bin Jabal,
untuk meng-islam-kan sekelompok orang yang tinggal di negeri Yaman. Sebelum
Sahabat Mu’adz bin Jabal berangkat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
berpesan kepada Mu’adz : “Ajaklah mereka agar mau bersaksi bahwasanya tidak ada
sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah, dan bahwasanya aku adalah utusan
Allah. Apabila mereka telah melakukan hal tersebut (bersyahadat) maka
beritahulah kepada mereka bahwasanya Allah telah mewajibkan kepada mereka solat
lima waktu sehari semalam. Lalu apabila mereka telah melakukan hal tersebut,
maka beritahulah kepada mereka bahwasanya Allah telah mewajibkan kepada mereka
untuk mensedekahkan harta mereka, yang sedekah tersebut diambil dari
orang-orang kaya dari mereka, dan diberikan kepada orang-orang miskin dari
mereka” (HR. Bukhori).
Dari
hadits di atas, kita bisa mengambil pelajaran bahwasanya bersaksi dengan dua
kalimat syahadat adalah syarat sah islam. Sholat dan zakat barulah
diperintahkan setelah mereka mau bersaksi dengan dua kalimat syahadat. Jika
mereka tidak mau bersaksi, maka sholat, zakat, dan amalan-amalan lainnya tidak
akan diterima oleh Allah Ta’ala.[2]
B. Realisasi Syahadat dalam Rukun Iman
1. Interpretasi Syahadat Tauhid dalam peribadatan
kepada Allah
Interpretasi
dari Syahadat tauhid adalah keimanan dan ketauhidan, sehingga interpretasi dari
Syahadat Tauhid adalah berupa perbuatan hati yaitu dapat di implementasikan
dengan berdzikir sebagai penguat iman.
Syekh Imam
Suhaemi menjelaskan bahwa kalimat thayyibah mengandung 12 macam kewajiban, hal
ini didasarkan pada jumlah huruf dari kalimat tersebut yang terdiri dari 12
huruf. Kewajiban tersebut dibagi kedalam dua bagian, yaitu pekerjaan dzahir dan
pekerjaan bathin. Pekerjaan dzahir tersebut terdiri dari: thaharah, shalat, zakat,
puasa, haji, dan jihad, sedangkan pekerjaan bathin tersebut terdiri dari:
tawakkal, tafwidh, sabar, ridha, zuhud, dan taubat.
Syahadat
tauhid merupakan suatu ikrar kesetiaan seorang hamba kepada tuhannya yaitu
Allah, sehingga dengan persaksian tersebut mengandung beberapa makna yang harus
di implementasikan dalam peribadatan kepada Allah, diantaranya yaitu:
a. Tidak berlindung kepada selain Allah, karena perlindungan
itu hanya milik Allah. Seperti yang dipaparkan dalam Al-quran surah An-Nas.
"Katakanlah (Muhammad): Aku berlindung kepada tuhannya
manusia" (Qs. Al-Nas/114:1).
b. Mencintai Allah melebihi daripada yang lain.
"Adapun orang-orang yang beriman sangat besar cintanya
kepada Allah" (Qs. Al-Baqarah/2:165).
c. Mengabdi dan memohon pertolongan hanya kepada Allah.
"Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada
Engkaulah kami mohon pertolongan" (Qs. Al-Fatihah/1:5).
2. Interpretasi Syahadat rasul dalam peribadatan
kepada Allah
Seperti yang dipaparkan diatas bahwa
syahadat tauhid mengandung konsep tauhid/aqidah atau ketuhanan Allah swt.,
sedangkan syahadat rasul mengandung konsep syari'at yaitu bentuk pelaksanaan
daripada peribadatan kepada Allah dengan beberapa aturan syara', sehingga
interpretasi dari syahadat rasul adalah pelaksanaan syari'at menjalankan
perintah Allah dan Rasul-Nya serta menjauhi larangan-Nya.
Syahadat rasul merupakan suatu ikrar
kesetiaan hamba kepada utusan Allah yaitu Muhammad saw. untuk tetap setia
beribadah kepada Allah, sehingga dengan ikrar tersebut mengandung beberapa
makna yang harus di implementasikan dalam peribadatan kepada Allah, diantaranya
yaitu:
a. Membenarkan setiap yang dikhabarkan Rasul semata-mata
hanya berdasarkan firman dari Allah swt..
"Barangsiapa mentaati Rasul (Muhammad), maka
sesungguhnya dia telah mentaati Allah" (Qs. Al-Nisa/4:80).
b. Taat pada apa yang diperintahkan, yaitu menjalankan perintah
wajib dan sunnah Rasul.
"Wahai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan
taatilah Rasul (Muhammad)" (Qs. Al-Nisa/4:59).
c. Menjadikan Rasul sebagai teladan. Keteladanan Rasul
tersebut meliputi tiga pelajaran utama, yaitu ketekunannya dalam beribadah,
kepeduliannya terhadap permasalahan sosial, dan kehidupannya yang tidak
diperbudak oleh hawa nafsu.
"Sungguh telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan
yang baik bagimu" (Qs. Al-Ahzab/33:21).[3]
3.
Realisasi syahadat dalam peribadatan
Ibadah merupakan
hakekat manusia diciptakan, sehingga tidak bisa terlepas dari semua aturan yang
disampaikan oleh Allah melalui Rasul-Nya. Ibadah merupakan perbuatan tunduk
kepada Allah dan Rasul-Nya, yang berlawanan dengan hawa nafsunya. Aktualisasi
syahadat dalam peribadatan ini meliputi dua kategori yaitu;
a. Shalat
Pelaksanaan shalat
dalam Al-quran disebutkan dengan Al-Iqamah, artinya melaksanakan shalat itu
harus dengan sempurna dalam syarat, rukun, dan sunnahnya.
Shalat merupakan amal
ibadah yang paling utama dari semua bentuk peribadatan karena dengan shalat
dapat membimbing manusia pada keshalihan individu dan juga sosial. Hal ini
didasarkan pada ayat Al-quran surat Al-Ankabut ayat 45 yang memaparkan bahwa
dengan shalat dapat mencegah manusia dari perbuatan hina dan kemungkaran,
dengan kondisi manusia dan masyarakatnya yang demikian maka akan terjalin dan
tercipta sebuah masyarakat yang shaleh dan tentram. Keberhasilan dari shalat
tersebut tergantung pada kesempurnaannya dalam melaksanakan syarat, rukun, dan
sunnahnya. Karena shalat mengandung makna tersendiri dari bentuk pelaksanaannya
yaitu:
1. Terdapat nilai kedisiplinan, hal ini dapat
kita lihat dari penetapan shalat yang telah jelas ditentukan waktunya sehingga
dengan kelima waktu shalat tersebut manusia dibimbing untuk selalu ingat waktu.
2. Terdapat nilai dzikir, karena pada
prinsipnya shalat merupakan waktu untuk menghadap dan mengingat Allah seperti
yang dipaparkan dalam surat Thaha ayat 14.
3. Terdapat nilai kesopanan dan adab, hal ini
didasarkan pada peraturan shalat yang menerapkan tentang keharusan menutup
aurat, menutup aurat dizaman sekarang ini merupakan suatu hal yang tabu bahkan
menjadi tontonan yang aneh. Disamping nilai kesopanan tersebut terdapat nilai
adab terhadap sang pencipta, karena shalat merupakan suatu praktek menghadapnya
hamba kepada sang raja yaitu Allah, sehingga untuk menghadap raja haruslah
menghias diri. penghiasan diri tersebut dimulai dari menutup urat, dan penutup
aurat tersebut pun harus diperhatikan dengan pakaian yang pantas dan yang telah
dicontohkan oleh Rasulullah saw. seperti dengan memakai Imamah (sorban).
b. Puasa
Puasa merupakan
praktek dari penguasaan seorang hamba terhadap hawa nafsunya, sehingga ia akan
selamat baik didunia maupun diakheratnya, karena pada dasarnya kecelakaan
manusia itu diawali oleh kepatuhannya pada hawa nafsunya sehingga mampu
meninggalkan semua bentuk peribadatan kepada Allah. Dengan demikian uzlah yang
merupakan praktek ibadah para sufi pun termasuk dari konsep puasa.
4.
Realisasi syahadat dalam hubungan sosial
Syahadat mengandung
makna ketauhidan/ibadah dan juga makna syariat/sosial. Sehingga disamping
diaktualisasikan dalam peribadatan, syahadatpun diaktualisasikan dalam hubungan
sosial. Fungsi syahadat dalam hubungan sosial tersebut dapat diaktualisasikan
kedalam dua kriteria berikut;
a. Zakat
Zakat merupakan sebuah
contoh aktualisasi dalam hubungan sosial, karena implementasi dari zakat adalah
kepedulian terhadap oranglain. Dengan demikian pelaksanaan zakat merupakan
salah satu yang diwajibkan oleh Allah kepada mukallaf yang telah bersyahadat
(bersaksi atas ketuhanan Allah dan kerasulan Muhammad).
b. Haji
Pelaksanaan haji mengandung
intisari dari makna keikhlasan dan zuhud, karena pada dasarnya setiap manusia
masih terbebani oleh ketamakannya terhadap kenikmatan dunia kecuali orang-orang
yang zuhud. Dengan ibadah haji ini dapat diambil suatu pelajaran yang besar
bahwa harta yang kita miliki hanyalah milik Allah semata dan akan kembali
kepada-Nya.